EKOBIS  

Balikpapan Deflasi, PPU Inflasi: Cuaca dan Pasokan Jadi Faktor Penentu

Harga bahan pokok di pasar menjadi salah satu indikator pemantauan inflasi oleh Bank Indonesia.

BALIKPAPAN – Kota Balikpapan mencatat deflasi sebesar 0,01 persen (mtm) pada Juli 2025. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahun kalender Januari–Juli 2025 mencapai 2,15 persen (ytd), sementara inflasi tahunan sebesar 1,85 persen (yoy). Angka tersebut lebih rendah dibanding inflasi nasional yang berada di level 2,37 persen (yoy) dan rata-rata empat kota di Kalimantan Timur sebesar 2,08 persen (yoy). Capaian ini masih berada dalam sasaran inflasi nasional 2025, yakni 2,5±1 persen.

Kelompok Transportasi menjadi penyumbang deflasi terbesar dengan andil 0,23 persen (mtm). Lima komoditas utama yang menekan harga di Balikpapan meliputi angkutan udara, air kemasan, kacang panjang, bayam, dan sawi hijau. Penurunan tarif angkutan udara dipicu kebijakan stimulus fiskal pemerintah melalui diskon tarif 6 persen dengan skema PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) yang berlaku sejak Juni hingga akhir Juli 2025.

Air kemasan turun harga seiring pulihnya distribusi dan pasokan, sementara harga sayuran seperti kacang panjang, bayam, dan sawi hijau menurun akibat pasokan yang meningkat di tengah permintaan stabil.

Meski begitu, beberapa komoditas tetap mengalami kenaikan harga, khususnya dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil inflasi 0,15 persen (mtm). Tomat, cabai rawit, beras, bawang merah, dan mobil menjadi penyumbang utama. Peningkatan harga dipicu faktor cuaca yang menghambat produksi di sentra-sentra pertanian, terbatasnya pasokan dari daerah produsen, hingga penyesuaian harga distributor akibat kenaikan biaya distribusi pasca kenaikan harga BBM 1 Juli 2025.

Berbeda dengan Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) justru mencatat inflasi bulanan sebesar 0,88 persen (mtm) pada Juli 2025. Inflasi tahun kalender di daerah ini mencapai 2,73 persen (ytd) dan inflasi tahunan berada di level 3,26 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional dan rata-rata provinsi.

Inflasi di PPU terutama dipicu kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 0,82 persen (mtm). Tomat, cabai rawit, semangka, daging ayam ras, dan beras menjadi komoditas pendorong. Faktor cuaca, keterbatasan pasokan, dan meningkatnya permintaan menjadi penyebab utama kenaikan harga tersebut.

Sementara itu, deflasi di PPU datang dari komoditas seperti ikan layang/benggol, sawi hijau, buncis, kangkung, dan ketimun, yang harganya turun akibat melimpahnya pasokan dan kelancaran distribusi.

Bank Indonesia Balikpapan bersama TPID Balikpapan, PPU, dan Paser terus bersinergi menjaga stabilitas harga. Langkah yang dilakukan meliputi pemantauan harga, sidak pasar, penguatan kerja sama antar daerah, operasi pasar murah, serta gerakan pemanfaatan lahan pekarangan untuk hortikultura. Upaya ini menjadi bagian dari Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk memastikan inflasi daerah tetap dalam sasaran 2,5±1 persen.

Penulis: TIMEditor: TIFA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *