TENGGARONG – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kutai Kartanegara (Kukar) mengingatkan adanya risiko serius terhadap kelangsungan hidup Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), menyusul maraknya pembangunan dan aktivitas ekonomi di kawasan perairan Mahakam yang menjadi habitat utama satwa endemik tersebut.
Kepala DKP Kukar, Muslik, mengatakan bahwa setiap bentuk intervensi di kawasan perairan—termasuk pembangunan infrastruktur dan aktivitas pertambangan—berpotensi mengganggu sistem ekologi sungai dan mempercepat penurunan populasi pesut.
“Pembangunan memang tak bisa dihindari, tapi kita harus ingat bahwa Mahakam adalah rumah bagi Pesut Mahakam. Sekali habitatnya terganggu, dampaknya bisa sangat fatal,” ujar Muslik, Sabtu (19/7/2025).
Pesut Mahakam saat ini berada dalam status terancam punah, dengan jumlah populasi yang terus menurun dari tahun ke tahun.
Salah satu faktor utama adalah kerusakan habitat akibat sedimentasi, pencemaran air, dan kebisingan dari aktivitas manusia di sekitar sungai.
Muslik menyoroti aktivitas pertambangan seperti penambangan silika sebagai salah satu sumber tekanan baru terhadap habitat pesut.
Ia menegaskan, meskipun dilakukan dengan izin resmi, kegiatan tersebut tetap harus mematuhi prinsip kehati-hatian dan kelestarian lingkungan.
“Kalau kegiatan penambangan dilakukan tanpa kontrol ketat, risiko kerusakan habitat pesut tak bisa dihindari. Ini satwa yang sangat sensitif terhadap perubahan ekosistem air,” jelasnya.
DKP Kukar telah menetapkan sejumlah kawasan konservasi perairan, namun Muslik menilai langkah ini tidak akan efektif tanpa dukungan lintas sektor, terutama dari instansi yang berwenang dalam perencanaan dan pengawasan pembangunan.
“Kami butuh sinergi. Pelestarian pesut tidak bisa dilakukan oleh DKP saja. Harus ada keterlibatan semua pihak, dari pusat hingga daerah,” tambahnya.
Muslik juga mengingatkan bahwa populasi pesut merupakan indikator kesehatan lingkungan sungai.
Jika populasinya hilang, hal itu menandakan kerusakan ekosistem yang lebih luas, termasuk dampaknya terhadap sektor perikanan dan sumber air masyarakat.
“Kalau pesut punah, itu pertanda sungai kita sudah tidak sehat. Ini bukan sekadar isu konservasi, tapi juga soal keberlanjutan hidup masyarakat pesisir,” tegasnya.
Ia berharap ke depan, seluruh bentuk pembangunan di sekitar Mahakam mempertimbangkan aspek lingkungan secara serius, dengan melibatkan DKP sejak awal sebagai pihak teknis yang memahami dinamika ekosistem perairan.
“Jangan sampai kita menyesal ketika sudah terlambat. Pesut Mahakam bukan hanya simbol Kukar, tapi tanggung jawab bersama,” pungkasnya. (adv)