Warga Demo PT Balantara Subur, Syahrudin Minta Warga 4 Desa dan Kelurahan Kumpulkan Data

Wakil Ketua I DPRD PPU, Syahrudin M Noor.

Penajam– Warga di Kelurahan Sotek, Sepan, Riko dan Bukit Subur, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) diberikan waktu sebulan untuk mengumpulkan data di wilayahnya, guna menguji secara legal dan formal undang-undang terhadap pemberatan dari masyarakat yang dinilai berpotensi menghilangkan sumber mata pencaharian mereka.

Wakil Ketua I DPRD PPU, Syahrudin M Noor mengatakan pihaknya akan mencarikan solusi atas empat warga desa yang wilayahnya beririsan langsung dengan PT Belantara Subur.

“Saya kira ini ada kemajuan. Perusahaan sudah memberikan ruang bahwa yang telah bercocok tanam di sana di atas 4 tahun silakan merawat kebunnya yang sudah ada,” ujar Syahruddin.

Pihaknya masih akan memastikan peran warga desa yang berkebun di wilayah perusahaan tersebut apakah dibenarkan atau tidak.

“Dalam proses ini, kita memberi waktu antara Camat, lurah, dan kepala desa di empat Kelurahan itu agar kita tau masalah lahan ini sesungguhnya seperti apa. Saya kira itu kapasitas kami sebagai representasi masyarakat untuk mencarikan jalan keluarnya supaya ada win win solution,” kata dia.

Lebih lanjut, Syahrudin mengatakan masyarakat butuh kehidupan, di sisi lain daerah juga memerlukan korporasi untuk investasi.

“Akhirnya keduanya sama-sama kita butuhkan. Tidak ada pro kanan atau pro kiri. Kita menjembatani mereka sambil berproses mendekatkan dengan regulasi,” ucap dia.

Syahrudin melanjutkan, syarat 4 tahun ke atas untuk merawat lahan kebun masyarakat merupakan kebijakan dari pihak perusahaan.

“Itu sudah dimohonkan izinnya dengan PT Belantara Subur ada yang sudah berkebun. Menurut keterangan direktur perusahaan, ada 6.800 hektare telah digarap masyarakat. Jadi yang bisa dikelola perusahaan adalah sisanya, dari total 16.000 hektare,” jelasnya.

Selain itu, ia menambahkan adanya mispersepsi oleh publik. Batasan yang ditetapkan tersebut, kata Syahrudin, diperuntukkan bagi kelompok tani yang sudah lama menggarap kebun mereka.

“Misalnya ada kelompok 20 kelompok tani, kemudian hang menggarap hanya 10, sedangkan yang 10 lagi baru mulai menggarap, itu dilarang karena batasan yang diberikan hanya 4 tahun ke atas yang diperbolehkan,” ujarnya.

Apalagi, kawasan tersebut masuk dalam Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) yang memang tidak boleh diganggu.

“Kita di sini tidak menebak siapa yang salah, tetapi berusaha mendekatkan kedua pihak. Kita bantukan masyarakat yang terkena dampak kawasan itu. Kita mohonkan supaya lepas dan masyarakat kita aman,” katanya. (adv)

Penulis: TIMEditor: TIFA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *