Tenggarong – Ramadan datang dengan kehangatan yang khas, membawa nuansa spiritual yang lebih dalam ke seluruh penjuru Kutai Kartanegara.
Langit sore yang mulai meredup, suara azan magrib yang berkumandang, dan barisan jemaah yang memenuhi masjid—semuanya menghadirkan suasana yang lebih dari sekadar ibadah, tetapi juga semangat kebersamaan.
Di tengah keberkahan bulan suci ini, Bupati Kukar, Edi Damansyah, menyuarakan sebuah ajakan yang menggema di hati umat.
Ramadan, katanya, bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi tentang bagaimana menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan umat, tempat yang menghidupkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
“Masjid harus menjadi pusat peradaban. Tempat kita membangun karakter, memperkuat ukhuwah, dan menanamkan kepedulian sosial,” seru Edi dalam sebuah pertemuan di Tenggarong, Minggu (9/3/2025).
Ajakan ini bukan sekadar retorika. Di berbagai sudut Kukar, denyut kepedulian mulai terasa lebih nyata.
Di sebuah rumah sederhana, seorang ibu tersenyum haru menerima bantuan sembako. Anak-anak yatim, yang biasanya hanya memandangi keceriaan Ramadan dari kejauhan, kini duduk dengan sukacita, menikmati santunan dan kasih sayang yang diberikan oleh Pemkab Kukar.
Di sudut lain, rumah-rumah reyot yang bertahun-tahun nyaris roboh kini mendapat sentuhan program bedah rumah—bukti nyata bahwa Ramadan di Kukar bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga kepedulian yang mengakar.
“Kami ingin memastikan bahwa semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang kurang beruntung, bisa menjalani Ramadan dengan lebih nyaman dan berkecukupan,” ujar Edi penuh semangat.
Di masjid-masjid, suasana semakin hidup. Tadarus Al-Qur’an mengalun di setiap sudut, kajian Islam digelar dengan antusiasme tinggi, dan doa-doa dipanjatkan dalam kekhusyukan.
Para remaja yang dulu lebih akrab dengan dunia maya kini duduk bersimpuh, membuka lembaran mushaf, meresapi setiap ayat yang mereka lantunkan. Lentera spiritual menyala lebih terang, menjadi tanda bahwa Ramadan di Kukar bukan sekadar ritual, tetapi kebangkitan moral dan sosial.
Bupati Edi Damansyah ingin lebih dari itu. Ia ingin masjid tidak hanya ramai saat tarawih, tetapi menjadi pusat kegiatan yang membangun masyarakat secara keseluruhan.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan masjid sebagai tempat berbagi ilmu, ruang diskusi keagamaan, dan wadah kepedulian sosial yang berkelanjutan.
“Mari kita manfaatkan bulan yang penuh berkah ini untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik secara individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat,” ajaknya dengan penuh harap.
Seruan ini bukan sekadar instruksi dari seorang pemimpin, melainkan panggilan hati—sebuah ajakan untuk menjadikan Ramadan sebagai titik balik, bukan hanya dalam hal ibadah, tetapi juga dalam membangun masyarakat yang lebih peduli, lebih kuat, dan lebih beriman.
Dan ketika malam semakin larut, ketika doa-doa terus dipanjatkan, satu harapan terus menguat: bahwa Ramadan di Kukar tidak hanya meninggalkan kenangan, tetapi juga jejak perubahan yang nyata. (adv)